III
ASPEK
SOSIAL BUDAYA DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
Tujuan pembangunan pada hakikatnya adalah untuk mencapai
‘kesejahteraan bagi semua’, yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup
sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan berbahagia.
Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan
dan strategi dalam setiap aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi
diperlukan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi
yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat sendiri,
guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor
lain yang mempengaruhi derajat kesehatan.
Derajat kesehatan meliputi kondisi sehat maupun sakit. Untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal bukan hanya berbicara mengenai
pengobatan, perbaikan gizi, personal hygiene, sanitasi, PHBS, dll, tetapi juga
berbicara mengenai hal-hal yang ikut berperan didalamnya yang bisa mempengaruhi
pengobatan, perbaikan gizi, personal hygiene, sanitasi, PHBS, dll. Seperti
ekonomi, social, budaya, lingkungan, pemerintahan, dll.
Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep
kesehatan sekarang ini, tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan
obat-obatan, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya
dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi, antropologi,
psikologi, perilaku, dan lain-lain.
Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan
kemasyarakatan adalah sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.
Salah satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar,
yang membahas tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di dalamnya.
Unsur-unsur kebudayaan adalah meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi atau akal
manusia. Dalam mengatasi masalah-masalah lebih berorientasi pada adaptasi dan
pelaksanaan strategi terhadap keadaan social.
Strategi adaptasi social budaya yang melahirkan
system-sistem medis, tingkah laku dan bentuk-bentuk kepercayaan yang
berlandaskan budaya, yang timbul sebagai respon terhadap ancaman-ancaman yang
disebabkan oleh penyakit. Dunn “pola-pola dari pranata-pranata social dan
tradisi-tradisi budaya yang menyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan
kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku
khusus tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik” (Dunn 1976 : 135)
Penyakit, dengan rasa sakit dan penderitaannya, merupakan
kondisi manusia yang dapat diramalkan : dan merupakan gejala biologis maupun
kebudayaan yang bersifat universal. Individu yang mengidap penyakit infeksi
menghadapkan rekan-rekannya pada epidemic penyakit, dan sejarah penuh dengan
kasus-kasus musnahnya populasi manusia, sewaktu menderita cacar, TBC, pes
mengalami kontak dengan orang-orang yang semula belum mengenal
penyakit-penyakit tsb.
Dalam usaha melindungi diri dari berbagai ancaman tersebut,
manusia kadang kala mengikuti pola hewan mamalia, menjauhkan diri atau lari
dari si sakit. Pada manusia, mengucilkan penderita, melakukan isolasi. Hal ini
akan menyebabkan penderita merasa dihukum atas keadaan yang dia sendiri tidak
kehendaki, sakit yang diderita terjadi karena takdir yang dijatuhkan kepadanya.
Menjatuhkan hukuman mati secara social kepada mereka sebelum mati secara fisik
(Sigerist 1951 : 148)
Sejak zaman wilayah afdeling mandar (wilayah mandar ketika
saman belanda), ada wilayah yang dikenal perkampungan leprosy, yaitu tempat
penampungan (isolasi) penderita kusta
(lepra) baik yang berada dalam
wilayah afdeling maupun dari luar wilayah. Seorang suami meninggalkan istrinya
yang terindikasi menderita kusta. Anggota keluarga yang lain dilarang kontak
dengan salah seorang anggota keluarga yang menderita penyakit.
Karena budaya dan hubungan social, dengan segala
kemampuannya manusia lebih sering berusaha untuk menyembuhkan si sakit. Karena sifat
demikian, manusia mau tidak mau senantiasa menaruh perhatian terhadap
masalah-masalah kesehatan serta usaha mempertahankan kelangsungan hidup dan
sejauh batas-batas pengetahuannya, mencari penyelesaian terhadap
masalah-masalah penyakit (Rubin 1960 : 785).
Perhatian ini bukan semata-mata manusiawi, walaupun pada
sebagian besar masyarakat ada usaha untuk merawat yang sakit, melainkan lebih
merupakan suatu bentuk tingkah laku adatif baru yang didasari oleh logika atau
juga rasa kasih.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat
menunjang tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang
optimal, keadaan sosial-ekonomi yang tinggi, dan kesehatan lingkungan yang
baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus sehingga dapat
memenuhi kebutuhan klien.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia,
unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang menunjang pencapaian status kesehatan
yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang
minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek
sosial budaya masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia.
Jadi melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala,
sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi juga
bagaimana hubungan sosial budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan
masalah yang sedang dihadapi.
Melihat luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka bidan
sebagai petugas kesehatan harus mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan
kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan memberikan hasil yang optimal.
Di bawah ini kita dapat melihat bagaimana hubungan antara
sosial budaya dengan pembangunan kesehatan, khususnya pembangunan kesehatan
masyarakat.
A. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap
Kesehatan Masyarakat
Tantangan berat yang masih dirasakan
dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar
dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak
merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu
diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat
pengetahuan yang belum memadai terutama pada golongan wanita, kebiasaan negatif
yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku, dan kurangnya peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Social budaya masyarakat yang
merupakan hasil budi dan akal manusia yang dilandasi oleh pengalaman, sehingga
budaya masyarakat bila dikaitkan dengan kesehatan, ada yang merugikan kesehatan
dan ada pula yang menguntungkan kesehatan. Yang menguntungkan dan dapat
dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog royong dan
kekeluargaan, serta sikap musyawarah dalam mengambil keputusan.
Pembangunan dalam suatu negara
selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya
daerah kumuh (slum area) di perkotaan akibat pesatnya urbanisasi, polusi karena
pesatnya perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak dapat mengasuh
dan memberikan ASI secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa yang
menonjol dan penyalahgunaan obat. Perkembangan penduduk dan pembangunan akan
menghasilkan berbagai macam sampah yang dapat mengganggu kesehatan.
Masalah-masalah kesehatan masyarakat
yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat dibedakan menjadi:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
Berdasarkan survei rumah tangga
(SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000
kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya.
Angka kematian ibu merupakan salah
satu indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan,
dan nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN.
Dari hasil penelitian di 12 rumah
sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab utama kematian ibu
maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi,
dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat
menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb
kurang dari 11gr%.
Angka kematian bayi pada akhir
pelita V masih cukup tinggi, yaitu 58 per seribu kelahiran hidup. Sekitar 38%
penyebab kematian bayi adalah akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi yaitu tetanus. Angka bayi lahir hidup dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) adalah 8,2 %.
Angka kematian balita masih didapatkan sebesar 10,,6 per 1000 anak
balita. Seperti halnya dengan bayi
sekitar 31% penyebab kematian balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-lain.
Selain angka kematian, angka kelahiran
dan angka kesuburan masih dirasakan pula sebagia masalah kesehatan ibu dan
anak. Angka kelahiran kasar didapatkan berkisar antara 26-32 per 1000 penduduk
dan angka kesuburan sebesar 3,49.
Masih tingginya angka kematian dan
kesuburan di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat,
seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah,
keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat
tergadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan
jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah
pendudukkebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang
kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat pendidikan terutama pada
wanita dewasa yang masih rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap masih
tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada
tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%.
Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu
tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan
semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan,
kontrol ulang, dan sebagainya.
Menurut hasil survei rumah tangga,
tahun 1986 sebanyak 54% ibu hamil telah
memeriksakan dirinya, dengan frekuensi kunjungan rata-rata 3,17 kali.
Pengkajian KB-Kestahun 1986 tentang pemanfaatan tempat pemeriksaan menunjukkan
yaitu Puskesmas 59,7%, fasilitas swasta 28,9%, sedangkan Posyandu 11,2%. Namun
manfaat Posyandu untuk imunisasi bayi sudah cukup tinggi yaitu 60,9%. Rendahnya
pemanfaatan Posyandu untuk pemeriksaan kehamilan disebabkan karena tidak
tersedianya ruangan yang tertutup atau memadai.
Hasil survei rumah tangga tahun
1986, tentang angka imunisasi didapatkan: untuk imunisasi DPT 3 sebesar 34,9%,
polio 31,6%, TT2 22,7%, BCG 75%. Bila dilihat dari data di atas, cakupan TT2
lebih rendah bila dibandingkan dengan cakupan pemeriksaan kehamilan. Cakupan
TT2 yang rendah bila dibandingkan dengan cakupan pemeriksaan ibu hamil,
disebabkan petugas KIA belum mendapatkan instruksi atau kesempatan untuk dapat
memberikan imunisasi TT2.
Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat
dan perilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat
terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat
istiadat yang merugikan seperti misalnya:
·
Ibu hamil dilarang tidur siang
karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,
·
Ibu menyusui dilarang makan makanan
yang asin, misalnya: ikan, telur,
·
Ibu habis melahirkan dilarang tidur
siang,
·
Bayi berusia 1 minggu sudah boleh
diberikan nasi atau pisang agar mekoniumnya cepat keluar,
·
Ibu post partum harus tidur dengan
posisi duduk atau setengah duduk karena takut darah kotor naik ke mata,
·
Ibu yang mengalami kesulitan dalam
melahirkan, rambutnya harus diuraikan dan persalinan yang dilakukan di lantai,
diharapkan ibu dapat dengan mudah melahirkan.
·
Bayi baru lahir yang sedang tidur
harus ditemani dengan benda-benda tajam.
Dikatakan
merugikan karena beberapa hal tersebut di atas justru dibutuhkan dalam rangka
peningkatan kondisi kesehatan.
Tingkat kepercayaan masyarakat
kepada terhadap petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka
masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian
tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Petugas
kesehatan pemerintah dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat
di wilayahnya dan tidak mempunyia kharismatik.
Selain faktor tersebut, rendahnya
kunjungan masyarakat ke pelayanan kesehatan dikarenakan jauhnya lokasi
pelayanan kesehatan dengan rumah penduduk sehingga walaupun masyarakat sudah
mempunyai kemauan memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan, namun karena
jauh dan harus segera mendapatka pertolongan, akhirnya ia berobat ke dukun yang
dekat lokasinya. Keadaan ini disikapi oleh pemerintah dengan berupaya membangun
fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tersebut, menempatkan tenaga kesehatan
disertai dengan peralatan yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan,
peningkatan kualitas pelayanan dengan meningkatkan kemampuan petugas melalui
pelatihan maupun pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
2. Keluarga Berencana
Berdasarkan hasil SUPAS 1985,
penduduk Indonesia berjumlah sekitar 164 juta jiwa. Diperkirakan pada akhir
tahun 1987 menjadi 172,3 juta jiwa dan akan menjadi 182,7 juta jiwapada tahun
1990. Pada tahun 1985, pertumbuhan penduduk sekitar 2,15% pertahun.
Pada umumnya, masalah-masalah yang
berkaitan dengan fertilitas dan laju pertumbuhan penduduk disebabkan oleh pola
pikir masyarakat yang bersifat kaku. Mereka masih mempunyai pendapatan bahwa
anak adalah sumber rezeki, atau banyak anak banyak rezeki. Anak adalah tumpuan
di hari tuanya. Mereka tidak menyadari bahwa keterbatasan orang tua merupakan
ancaman masa depan bagi si anak.
Selain itu, faktor agama juga sangat
menentukan keberhasilan pengendalian penduduk. Pada beberapa daerah yang
masyarakatnya menggunakan agama sebagai pandangan hidup, misalnya islam,
nasrani, mereka akan menentang program pengendalian penduduk berupa penggunaan
alat kontrasepsi. Mereka menganggap bahwa dengan menggunakan alat kontrasepsi,
berarti membunuh anak yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Keadaan-keadaan ini merupakan tantangan bagi pelaksana program Keluarga
Berencana.
Berdasarkan hasil pengkajian KB-Kes
tahun 1986, diperoleh bahwa tempat pelayanan KB yang banyak dikunjungi oleh
para akseptor KB adalah Puskesmas, yaitu sebesar 50,8%, Posyandu 23%, swasta
13,2%, dan Pos KB desa/kader 13%. Dari hasil tersebut, ternyata pemanfaatan
Posyandu oleh masyarakat berada di urutan kedua setelah Puskesmas. Hal ini
disebabkan oleh siklus pil tidak selalu sama dengan waktu bukanya di Posyandu,
sehingga akseptor lebih suka datang ke Puskesmas yang buka setiap hari. Keadaan
ini perlu dijadikan bahan pemikiran,
metoda apa yang tepat sehingga pelayanan di posyandu tersebut yanglebih dekan
dengan masyarakat dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
3. Gizi
Jika kita berbicara tentang gizi,
maka yang terpikir oleh kita adalah semua makanan yang kita makan. Ditinjau
dari aspek sosial budaya, Koentjaraningrat menyebutkan bahwa makanan yang kita
makan dapat dibedakan menjadi dua konsep, yaitu nutrimen dan makanan. Nutrimen
adalah suatu konsep biokimia yang berarti zat-zat dalam makanan yang
menyebabkan bahwa individu yang memakannya dapat hidup dan berada dalam kondisi
kesehatan yang baik. Makanan dikatakan sebagai suatu konsep kebudayaan, yaitu
merupakan bahan-bahan yang telah diterima dan diolah secara budaya untuk
dimakan, sesudah melalui proses penyiapan dan penyuguhan yang juga secara
budaya, agar dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik.
Kesukaan makan seseorang sangat
dipengaruhi oleh kebiasaan makannya sejak kanak-kanak. Keluarga dalam hal ini
sangat menentukan kesukaan anak terhadap makanan tertentu. Makanan sebagai
salah satu aspek kebudayaan sering ditentukan oleh keadaan lingkungan, misalnya
wilayah yang sebagian besar memiliki pohon kelapa, maka jenis makanan yang
dimakan banyak yang menggunakan santan atau kelapa, sedangkan wilayah yang
sebagian besar terdiri dari perkebunan, jenis dan komposisi makanan banyak yang
terbuat dari sayur-sayuran atau dikenal dengan lalapan.
Rasa makanan yang disukai oleh suatu
masyarakat umumnya bervariasi. Ada sekelompok masyarakat yang menyukai makanan
yang rasanya pedas, manis, asin, dan sebagainya. Kelompok masyarakat yang
menyukai makanan yang rasanya manis dapat ditemukan di daerah-daerah di Pulau
Jawa, sedangkan makanan yang rasanya pedas dapat ditemukan di daerah-daerah
Sumatera dan Sulawesi. Sehingga sering kali masyarakat tertentu yang datang ke
suatu wilayah yang berbeda dengan jenis makanan yang biasa ia makan, ia perlu
mengadakan penyesuaian terhadap makanan tersebut. Perlu diperhatikan bahwa
tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti makanan yang biasa ia makan dengan
jenis makanan yang baru ia kenal.
Distribusi makanan dalam keluarga
tidaklah sama dengan keluarga lain. Ada aturan-aturan tertentu yang harus
dipenuhi oleh anggota keluarga. Seorang ayah yang dianggap sebagai pencari
nafkah keluarga, harus diberikan makanan yang ‘lebih’ dibandingkan dengan
anggota keluarga lainnya. Kata lebih yang dimaksud meliputi kualitas,
kuantitas, dan frekuensi makan. Ibu hamil tidak bisa makan dengan sebebasnya,
tapi mempunyai keterbatasan tertentu, ada makanan-makanan tertentu yang tidak
boleh dimakan oleh ibu hamil. Tamu dianggap sebagai raja, sehingga diberikan makanan
yang tidak biasanya. Anak mempunyai makanan khusus seperti bubur nasi dan
sebagainya. Sedangkan pembantu rumah tangga bisasnya diberikan makanan yang
rendah kualitasnya.
Berdasarkan laporan penelitian gizi
pada tahun 1979, di Indonesia masih terdapat masalah-masalah gizi. Masalah gizi
tersebut bukan hanya menyangkut gejala kelaparan dan kekurangan kalori-kalori,
tetapi juga menyangkut masalah kelebihan gizi.
Masalah kekurangan gizi bukan saja
disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi masyarakat, namun berkaitan pula dengan
faktor sosial-budaya masyarakat setempat. Seperti misalnya persepsi masyarakat
terhadap pemenuhan kebutuhan masih belum sesuai. Menurut mereka, yang disebut
dengan makan adalah makan sampai kenyang, tanpa memperhatikan jenis, komposisi,
dan mutu makanan, pendistribusian makanan dalam keluarga tidak berdasarkan
debutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga, namun
berdasarkan pantangan-pantangan yang harus diikuti oleh kelompok khusus,
misalnya ibu hamil, bayi, balita, dan sebagianya.
Di samping hal tersebut, pengetahuan
keluarga khususnya ibu memegang peranan yang cukup penting dalam pemenuhan gizi
keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang makanan yang mengandung nilai gizi
tinggi, cara pengolahan, cara penyajian makanan, dan variasi makanan yang dapat
menimbulkan selera makan anggota keluarganya, sangat berpengaruh dalam status
gizi keluarga. Oleh karena itu, ibu lah sasaran utama dalam usaha-usaha
perbaikan gizi keluarga.
Masalah kelebihan gizi, umumnya
diderita oleh sekelomppok masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang
cukup, disamping faktor pola makan terhadap jenis makanan tertentu, juga
ditentukan oleh faktor herediter.
Dalam kaitannya dalam kesehatan ibu
dan anak serta kesehatan masyarakat, masalah gizi mempunyai pengaruh terhadap
timbulnya penyakit-penyakit, misalnya anemia, pre-eklampsia, diabetes melitus,
perdarahan, infeksi, dan sebagianya.
B. Peran
Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak
Bidan sebagai salah seorang anggota
tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat
menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan
ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Menurut Departemen Kesehatan RI,
fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai persalinan, pelayanan keluarga
berencana, dan pengayoman medis kontrasepsi.
2. Menggerakkan dan membina peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang
sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3. Membina dan memberikan bimbingan
teknis kepada kader serta dukun bayi.
4. Membina kelompok dasa wisma di
bidang kesehatan.
5. Membina kerja sama lintas program,
lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6. Melakukan rujukan medis maupun
rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7. Mendeteksi dini adanya efek samping
dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan
berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan
tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan
tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam
peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah,
struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa
dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk
mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan
pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari
masing-masing RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan
seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian,
kelompok arisan, dan lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang
meliputi:
·
Jenis kelamin
·
Umur
·
Mata pencaharian
·
Pendidikan
·
Agama
4. Mempelajari pata desa
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan
penduduk menurut jenis kelamin dan golongan umur.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan
dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang
efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif
adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang
ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat
setempat.
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh bidan agar dirinya dikenal oleh masyarakat ialan ia harus mampu
mempromosikan dirinya dengan menampilkan kepribadian sesuai norma dan nilai
yang berlaku di masyarakat, memahami bahwa masyarakat merupakan bagian dari
dirinya, sehingga bidan memiliki kharismatik bagi masyarakat di wilayah kerja.
Apabila masyarakat sudah menanggap bahwa bidan adalah orang yang patut dicontoh
(role model), maka ia akan
melaksanakan hal-hal yang diajarkan dan dianjurkan oleh bidan.
Untuk dapat menampilkan kepribadian
yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku, bidan terlebih dahulu harus
mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat
pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA :
1.
Edberg, Mark. Buku Ajar Kesehatan Masyarakat Teori
Sosial & Perilaku (terjemahan), EGC, Jakarta, 2007
2.
Foster/Anderson, Antropologi Kesehatan, UI-Press,
Jakarta, 1986.
3.
Herimantom, drs. M.Pd. M.Si. dan Winarno, S.Pd. M.Si.
Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Bumi Aksara, Jakrat, 2008.
4.
Ismawati, S. Cahyo, dkk. Posyandu & Desa Siaga
Panduan untuk Bidan & Kader, Nuha Medika,
Yogjakarta, 2010.
5.
Koentjaraningrat, Prof. Dr. Ilmu Antropologi, Rineka
Cipta, Jakarta, 2009.
6.
Muzaham, Fauzi. Sosiologi Kesehatan, UI-Press, Jakarta,
1995
7.
Padraig O Luanaigh dan Cindy Carlson, Ilmu Kesehatan
Masyarakat untuk Mahasiswa Kebidanan (terjemahan), EGC, Jakarta, 2006
8.
Rajab, Wahyu. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa
Kebidanan, EGC, Jakarta, 2009
9.
Soemowinoto, sarewoko, Pengantar Filsafat Ilmu
Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta, 2008
10.
Tri Prasetyo, Joko. Drs. Dkk. Ilmu Budaya dasar, Rineka
Cipta, Jakarta, 2009
11.
Bantu buat Kartu Kredit dan Kta BANK ANZ 5-500 jt di manapun anda berada di seluruh pelosok nusantara dana instant tanpa jaminan 100% berkas aman cukup fc ktp.slip gaji/skp kartu kredit limit min 5 jt usia 1 th npwp dan cover tabungan . khusus karyawan gaji min 5 jt perbulan. proses maks 10 hari kerja.bunga 1.5%-1.89%. tenor sampai 5 tahun bila berminat hub chairul sarto utomo via sms telp 0852293...48635. 085712639751 whatshapp 08883932980 fb chairul ichsan buana
BalasHapusalamat kantor Jl. Pandanaran No. 47
Semarang 50243 GEDUNG BANK ANZ LANTAI DUA
DANA TUNAI dan kartu kredit bank anz PENUHI SEGALA KEBUTUHAN ANDA , KARYAWAN ATAU OWNER BUAT NAMBAH MODAL USAHA,PERNIKAHAN,PENDIDIKAN,RENOVASI RUMAH DLL PROSES MUDAH,CEPAT MAKSIMAL 10 HARI KERJA DANA LANGSUNG DI TRANSFER KE REKENING ANDA DIMANAPUN ANDA BERADA DI SELURUH PELOSOK NUSANTARA
ALAMAT KANTOR DI GEDUNG BANK ANZ SEMARANG untuk divisi pemasaran kami bertempat tinggal di JL lamper sari 14 no 10 semarang
MARKETING CHAIRUL SARTO UTOMO
info detail bisa lihat di danaimpiankita@blogspot.com